Tanggamus — Ijabnews, com
Proyek pembangunan bronjong atau penahan tebing Sungai Way Paku II di Pekon Paku, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus, kembali menuai kritik keras dari masyarakat dan pegiat kontrol sosial. Proyek senilai Rp 6,7 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025 itu diduga kuat sarat ketidaktransparanan dan dikerjakan secara asal-asalan. Temuan tersebut disampaikan pada Senin, 1 Desember 2025.
Proyek yang seharusnya menjadi struktur vital untuk menjaga stabilitas tebing sungai itu justru dinilai bermasalah sejak tahap awal. Salah satu indikasi kuat adalah ketiadaan papan informasi proyek yang memuat rincian anggaran, volume pekerjaan, spesifikasi teknis, hingga masa pelaksanaan. Sebaliknya, yang terpasang hanya selembar dokumen mirip kontrak, tanpa rincian teknis sebagaimana diwajibkan peraturan.
Ketua LPAKN PROJAMIN RI Tanggamus, Helmi, menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk nyata dugaan ketidaktransparanan yang disengaja.
Ini sangat janggal. Dengan anggaran APBD sebesar Rp 6,7 miliar, informasi publik seharusnya terbuka. Namun yang terpasang bukan papan proyek melainkan dokumen yang tidak memuat spesifikasi dan rincian kegiatan. Ini seperti proyek siluman yang sengaja ditutupi dari pantauan publik,” tegasnya.
Kualitas Fisik Dinilai Buruk, Diduga Tidak Sesuai Spesifikasi
Persoalan tidak berhenti pada administrasi. Temuan di lapangan justru memperlihatkan dugaan penyimpangan dalam mutu pekerjaan. Kontraktor pelaksana, CV Bening Konstruksi, di bawah Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Lampung, disebut tidak mengikuti standar konstruksi bronjong.
Tim LSM menemukan penggunaan batu bercampur batu kecil, dengan susunan tidak rapat dan tidak terkunci sempurna. Batu yang dipakai mayoritas berjenis batu bulat, bukan batu pecah yang memiliki daya interlocking lebih baik sesuai standar konstruksi bronjong.
Pekerjaan bronjong ini jelas terlihat asal-asalan. Susunannya tidak kokoh, batu banyak yang bulat, dan kualitas penataannya buruk. Ini tidak layak untuk proyek penahan tebing,” ungkap Helmi.
Kekhawatiran bertambah setelah ditemukannya dugaan penggunaan kawat bronjong berkualitas rendah. Kawat yang dipakai terlihat mudah melar dan kurang kaku, sehingga bentuk kotak bronjong tidak terbentuk sempurna.
Bahan kawat bronjongnya diduga bukan standar SNI. Terlihat dari teksturnya yang lunak dan mudah melar. Dengan kualitas begini, bagaimana mungkin struktur bisa kuat menahan tekanan tebing sungai?” tuturnya.
Berpotensi Rugikan Negara dan Buka Peluang Bencana
Pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis bukan hanya melanggar kontrak, namun juga dinilai mengancam keselamatan masyarakat sekitar. Struktur bronjong yang tidak kokoh berpotensi gagal fungsi dan rusak saat debit sungai meningkat. Kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan menghilangkan manfaat dari dana APBD yang telah digelontorkan.
Helmi menegaskan bahwa dugaan penyimpangan ini tidak bisa dibiarkan.
Kami minta Dinas PSDA Lampung, Inspektorat, bahkan Aparat Penegak Hukum turun langsung. Audit harus dilakukan menyeluruh. Jangan biarkan Rp 6,7 miliar dana rakyat hilang sia-sia karena kelalaian atau dugaan permainan dalam proyek,” tegasnya.
Diduga Langgar Berbagai Regulasi
Berdasarkan temuan, proyek ini diduga melanggar sejumlah aturan, antara lain:
UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 9 dan 11, terkait kewajiban menyediakan informasi proyek secara transparan.
Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, terkait prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Permen PUPR 8/2021 tentang standar teknis material dan SNI bronjong.
UU Jasa Konstruksi 2/2017 terkait kewajiban penyedia menjamin mutu dan keselamatan konstruksi.
Dengan anggaran mencapai miliaran rupiah dan fungsi proyek yang sangat vital, masyarakat berharap adanya pemeriksaan (audit) yang objektif dan penegakan hukum apabila ditemukan kerugian negara. Tanpa tindakan tegas dari pihak terkait, proyek penahan tebing Way Paku II dikhawatirkan hanya menjadi monumen kegagalan pembangunan dan bukti lemahnya pengawasan pengelolaan APBD.(Rd)


